Jumat, 13 April 2012

Surya, Candra, dan Kartika

Setelah lari dari kenyataan kelam, aku memanjat benteng yang mulai memendek itu
Di atas kupandangi langit malam megah, bertahtakan jutaan bintang, senyum rembulan yang begitu tulus, dan angin malam yang merembet di lorong hatiku
Sesaat kupandangi sang Candra, cahayanya perak terasa lembut di pelupuk mata, bagai sepotong kain sutra terbang ke arah pandanganku.
Setelah lama kupandangi, aku menemukan kejanggalan pada Candra, kutemukan bahwa cahaynya palsu, senyum mengkilat-kilat lembut itu hanya pantulan dari kegagahan sang Surya.
Aku pun menjadi jatuh sedih...
Kupandangi Kartika yang menghampar elok menghiasi Angkasa gelap nan misterius. Kartika cahayanya asli, indah namun hanya kurasakan sedikit... sedikit sekali. Kartika itu sangat jauh.
Aku ingin menggapai sang Kartika namun aku hanya dapat berandai menggenggamnya dengan tangan lusuhku ini.
Kartika jelas bukan untuk aku miliki, namun aku tetap ikhlas jika dia tetap menjauh dari aku
Tiba-tiba Angkasa menjadi biru kegelapan, Mega  mulai terlihat berbaris menyambut sang Surya yang akan datang dengan segala kemuliaannya.
Sang Surya mulai mengintip dari balik persenyembunyiannya, aku mulai berdiri hendak menyambutnya juga.
Fajar telah menyingsing
Kenangan sudah paripurna
Hidup harus tetap berlanjut
Meski akan terus semakin berat