kakiku kembali menghentikan jalan langkahku. di sini. tempat yang pun aku bingung artinya
kutengok lagi bayangmu. masih sangat jauh di sana. lebih jauh dari tempo hari. Tragis!
pandanganmu pun tak lagi menatapku. engkau menatap sisi kebencianku. Mengapa?
seharusnya tak kutanyakan kata terkutuk itu lagi, "Mengapa?"
ya, Retorika kembali menertawakanku dengan gelaknya yang menakutkan
ke mana pandangamu itu? padahal aku masih mempertahankan kristal perasaan yang bisa mencair kapan saja ini
untuk apa aku masih sendiri sampai detik ini?
untuk apa aku meluruskan masa depan demi kebahagiaanmu?
untuk apa aku masih bodoh seperti ini?
tahukah engkau panjang kakiku berkurang setelah bermil-mil penantian demi kehadiranmu...
pandangan itu ke mana?
bayangmu tampak amat kabur
haruskah aku segera mengaburkan hadirku di dunia tanpa ujung ini?
"Kabur Saja!", bisik logika. dia menyuruhku lari kembali ke belakang. Belakang? setelah sejauh ini? setelah cucuran darah ini?
"Kubur Saja!", bisik amarah. dia menuntutku mengubur dalam-dalam kristal perasaan dan memori abadi selama ini.
kakiku bergetar. belum berani melangkah mendekati bayangmu yang semakin tak terlihat. apa kubur saja?
masih mendebat diriku sampai tarikh waktu kelam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar